Mereresik, Budaya Yang Mulai Ditinggalkan
GOOGLE NEWS
BERITABANGLI.COM, BANGLI.
Mereresik atau bersih-bersih merupakan salah satu budaya di Bali yang telah diwariskan oleh leluhur Bali.
Terdapat spirit atau semangat ngayah dan juga gotong royong dalam kegiatan mereresik. Namun nyatanya, budaya mereresik di Bali semakin jarang dilakukan. Terlebih lagi di tengah pembatasan aktivitas masyarakat seperti saat ini, kesehatan lingkungan juga harus tetap diperhatikan.
Masih banyak masyarakat yang tidak membuang sampah pada tempatnya, sehingga lingkungan sekitar menjadi kotor dan berpotensi sebagai sumber penyakit.
Tak hanya di lingkungan sekitar kita, bahkan fenomena sampah di lingkungan alam seperti gunung pun sejatinya perlu diperhatikan.
Hal tersebut memang menjadi persoalan masyarakat Bali, pola pikir dan wawasan terkait lingkungan sejatinya harus dimiliki oleh masyarakat agar menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan apalagi gunung merupakan tempat yang disucikan dan disakralkan keberadaannya oleh masyarakat Bali sejak dahulu kala.
Contohnya pada kawasan Gunung Batur, terutama di puncak gunung, terdapat banyak sekali sampah plastik. Bahkan sampah itu sampai ke lereng gunung karena mungkin diterbangkan angin.
Sangat penting bagi setiap pendaki gunung memiliki kesadaran dan wawasan tentang menjaga kelestarian alam, salah satunya dengan tidak membuang sampah sembarangan.
Sampah plastik memerlukan waktu puluhan hingga ribuan tahun agar dapat terurai secara alami. Terlebih lagi sampah plastik di Gunung Batur sampai mengendap di tanah, tentunya ini akan berpengaruh terhadap kesuburan tanah.
Merespon fenomena sampah di Gunung Batur ini, Duta Hijau Bali: Ambassador of Bali Environment mengadakan kegiatan Kembali Ke Alam: Mendaki dan Mereresik Gunung Batur pada tanggal 26—27 Juni 2021.
Baca juga:
Loloh Cemcem, Minuman Sehat Khas Bali
Ketua Paguyuban Duta Hijau Bali, I Gusti Putu Putra Mahardika mengatakan untuk sampah plastik yang sudah terlanjur mencemari lingkungan di Gunung Batur harus ada orang yang mau melakukan aksi nyata membersihkannya. Tentu kami sebagai pemuda Bali dan masyarakat Bali tidak ingin di masa depan gunung menjadi tempat sampah karena saking banyaknya sampah yang berserakan.
Di sisi lain, Ketua Panitia Kegiatan, I Komang Adi Sudarta berpendapat bahwa perlu adanya upaya pencegahan, agar setelah ada yang membersihkan, tidak ada lagi yang mengotori kembali. Setiap pendaki gunung harus ditekankan agar membawa turun sampahnya. Saling mengingatkan sesama pendaki gunung juga perlu dilakukan.
Di Gunung Batur, juga terdapat warung milik masyarakat lokal yang menjual makanan dan minuman. Akan lebih baik apabila ada semacam pos edukasi di warung-warung ini terkait tata tertib pendakian terutama upaya-upaya menjaga dan melestarikan lingkungan.
Kegiatan mendaki dan mereresik yang diadakan oleh Duta Hijau Bali ini memiliki beberapa rangkaian kegiatan yaitu mendaki bersama, kemah bergembira, dan mereresik (bersih-bersih) Gunung Batur dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengakrabkan diri antar komunitas, sharing-sharing, dan memantik kesadaran untuk lebih menjaga kelestarian alam khususnya di wilayah Gunung Batur sebagai kawasan suci dan juga salah satu gunung purba, lingga bhuana peradaban Bali.
Komang Adi pun berharap agar kegiatan positif seperti ini dapat terlaksana secara berkelanjutan. Mudah-mudahan ke depan semakin banyak komunitas dan organisasi yang ikut menjadi bagian dalam kegiatan-kegiatan serupa. Selain itu, semoga kegiatan Kembali ke Alam ini bisa memantik para pendaki gunung serta pemuda pemudi Bali agar lebih sadar akan pentingnya menjaga kelestarian alam, salah satunya adalah dengan budaya mereresik.
Sejumlah komunitas yang bergabung dalam kegiatan Kembali ke Alam ini diantaranya Trash Hero Indonesia, Komunitas Anak Alam, Sosial Project Bali, Pejuang Gumi, Komunitas Gagasan Pemuda (GADA) Bali, Komunitas Lentera (Kotera) Bali, dan KMHDI Bali.
Editor: Robby Patria
Reporter: bbn/bgi